Sinetron hampir setiap hari dan setiap waktu menghiasi layar kaca televisi Indonesia. Menurut sebagian ibu-ibu rumah tangga pasti itu menyenangkan. Bahkan terkadang mereka rela berebut dengan anak untuk melihat sinetron kesayangannya, parahnya terkadang mereka melupakan keluarga. Berbeda lagi dengan anak-anak remaja, mereka pastilah lebih suka menonton drama korea yang cenderung menceritakan soal romantika cinta remaja. Para remaja pastilah lebih lancar menceritakan tentang drama korea dibandingkan dengan cerita sinetron Indonesia. Mengapa demikian?
Faktanya saya lebih sering mendengarkan umpatan-umpatan ketika seseorang melihat sinetron. Hal ini saya anggap wajar karena tokoh antagonis dalam sinetron terkadang lebih menjurus kejam dan berkelakuan seperti setan, sedangkan tokoh protagonis selalu mengalah tiada berdaya. Meskipun para pembuat sinetron pastilah ingin mendriskripsikan bahwa tokoh protagonis tersebut sebagai seorang yang baik hati, tidak sombong dan suka menabung (maaf para sutradara) akan tetapi itu sungguh keterlaluan atau biasa disebut dengan “lebay” malah jadi terlihat menyalahi kodrat sebagai manusia atau bahkan terlihat bodoh.
Sering kita mendengar kata-kata “kesabaran pasti ada batasnya” seharusnya seperti itu pula tokoh protagonis pada sinetron. Manusia sudah dikaruniai nafsu oleh Tuhan YME, mereka pasti punya batas sabar dan amarah. Mereka bukanlah malaikat yang sama sekali tak punya hawa nafsu dan ingatlah manusia adalah tempat salah dan lupa. Lalu mengenai tokoh antagonis, apa tidak bisa sedikit dikurangi kelakuan jahatnya? Tingkah laku tokoh antagonis lebih sering ditiru daripada tokoh protagonis.
Tingkah laku tokoh antagonis bakal jadi buku panduan wajib buat para pelaku kejahatan. Mereka seolah-olah malah memberikan contoh bagaimana cara melakukan tindak kejahatan, dan biasanya mereka jarang sekali terkena musibah terkesan malah dilindungi oleh Tuhan dari segala mara bahaya. Untuk sekarang ini dalam hal ini sudah mengalami perbaikkan meskipun sedikit (sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit juga kan)
Sering kita mendengar kata-kata “kesabaran pasti ada batasnya” seharusnya seperti itu pula tokoh protagonis pada sinetron. Manusia sudah dikaruniai nafsu oleh Tuhan YME, mereka pasti punya batas sabar dan amarah. Mereka bukanlah malaikat yang sama sekali tak punya hawa nafsu dan ingatlah manusia adalah tempat salah dan lupa. Lalu mengenai tokoh antagonis, apa tidak bisa sedikit dikurangi kelakuan jahatnya? Tingkah laku tokoh antagonis lebih sering ditiru daripada tokoh protagonis.
Tingkah laku tokoh antagonis bakal jadi buku panduan wajib buat para pelaku kejahatan. Mereka seolah-olah malah memberikan contoh bagaimana cara melakukan tindak kejahatan, dan biasanya mereka jarang sekali terkena musibah terkesan malah dilindungi oleh Tuhan dari segala mara bahaya. Untuk sekarang ini dalam hal ini sudah mengalami perbaikkan meskipun sedikit (sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit juga kan)
Fakta lain, sinetron cenderung lebih lama (mungkin karena mengikuti rating yang ada, semakin tinggi rating semakin banyak pula jumlah episode suatu sinetron). Hal ini lebih terkesan terlalu dipanjang-panjangkan, yang mungkin seharusnya 77 episode selesai karena rating terus menjulang maka jumlah jumlah episode pun bias berubah menjadi 777. Akan tetapi, meskipun sudah sering mengucapkan kata bosan karena ceritanya tidak usai-usai masih banyak pula diantara mereka yang setia melihatnya. Sejujurnya banyak episode itu tergantung mereka yang melihat, rating kan tergantung konsumen.
Sekarang kita bahas soal drama korea! Anak-anak remaja khususnya perempuan pasti pernah nonton drama korea atau malah penonton setia (seperti saya). ^_^
Kami pecinta drama korea pasti menganggap cerita sinetron selalu itu-itu saja, bahkan sudah bisa ditebak gimana cerita selanjutnya. Drama korea cenderung tidak monoton, masalah yang dibahas cenderung sedikit tetapi dikemas secara menarik. Kebanyakan drama korea tidak lebih dari 40 episode. Selain aktor dan aktris yang bertampang kece, kemampuan akting mereka juga yahuuut (sebenarnya artis Indonesia lebih yahuuut kok). Mereka cenderung mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas. Karena jumlah episode yang sedikit, para penonton pasti akan lebih merindukan drama tersebut untuk ditayangkan ulang. Selain itu, tokoh antagonis dalam drama korea juga tak terlalu membuat penonton geretan ingin menjambak, mencaci atau bahkan berniat menyerbu secara massa dengan begitu lebih terlihat natural. Tokoh protagonisnya juga tidak dideskripsikan seperti malaikat yang selalu baik (namanya juga manusia). Cerita yang unik membuat para penonton sulit menentukan kisah yang akan terjadi selanjutnya sehingga sangat menanti-nantikan episode selanjutnya. Tingkah mereka mungkin terlihat seperti tak biasa, tapi semua itu punya makna dan pasti akan mengerti maksudnya seiring berjalannya episode.
Bukan bermaksud membanding-bandingkan atau menyarankan untuk mengikuti para sutradara-sutradara korea, tetapi apabila ini dijadikan kritik dan saran pasti lebih membangun untuk kedepannya. Tak perlu mengubah tampilan ataupun style tetapi perbaikilah nilai-nilai minus dan pertahankan nilai plus, pasti semua akan jadi lebih baik. Semoga ini bermanfaat…^_^
