Kisah Memilukan Di Balik Kata Merdeka

Indonesia Merdeka!!!
Tanggal 17 Agustus 1945 naskah kemerdekaan dikumandangkan, dan sejak saat itulah Indonesia menyatakan terbebas dari para penjajah. Perjuangan rakyat Indonesia selama berabad-abad lamanya terbayar dengan dikibarkannya Sang Saka Merah Putih untuk pertama kalinya di bumi pertiwi. Sang Saka yang dijahit oleh Fatmawati dikibarkan oleh Ilyas Karim dan Sudanco Singgih (tentara PETA), mereka berdua ditunjul oleh Sudanco Latief sehari sebelum proklamasi kemerdekaan.

Melisik tentang sosok seorang Ilyas Karim. Jika anda pernah melihat potret proses pengibaran bendera merah putih pada 17 Agustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur No.56, dia adalah sosok pengibar dengan celana pendek. Kehidupan memilukan menghinggapi masa tua sang pengibar. Ilyas tinggal di rumah gembel di pinggir rel Kalibata Jakarta Selatan 2 tahun lalu. Setahun silam tempat itu mengalami penggusuran. Entah apa yang terjadi pada kakek tua berumur 83 tahun itu sekarang.


Dari masa sekarang kita melirik kembali ke belakang. Masa penjajahan memang masa yang mengerikan, ibarat pepatah “hidup segan, mati pun tak mau”. Pernah kah membayangkan jika berada dalam masa itu? Hidup serba kekurangan, melakukan sesuatu dalam tekanan dan kerterbatasan, bekerja keras namun tak pernah merasakan hasil jerih payah, setiap hari yang ada hanya ketakutan, suara dentuman senjata pun sudah taka sing lagi di telinga. Para pejuang bertempur sekuat tenaga demi tercapai kata merdeka.
Mereka rela kelaparan, menderita bahkan menyerahkan nyawanya. Tak ada rotan akar pun jadi, tak ada senapan bamboo runcing pun jadi. Mereka menghalalkan segala cara untuk memukul mundur para penjajah. Dengan peralatan dan bekal tempur seadanya mereka berlaga di medan perang dengan prinsip “rawe-rawe rantas, malang-malang putung”.

Bicara soal penjajah, Belandalah yang paling lama menjajah Indonesia yaitu sekitar 350 tahun atau 3,5 abad. Otak dari kebanyakan orang pasti langsung terhubung dengan data-data kekejaman Belanda seperti kerja rodi, tanam paksa (cultuurstelsel) dan kekejaman yang lainnya. Jarang sekali otak terhubung dengan data jasa Belanda (sebagai penjajah), data-data tersebut seringkali tersembunyi karena kebanyakan sudah terprogram untuk berfikir sekali penjajah tetap penjajah dan penjajah itu hanya merugikan tanpa memberikan keuntungan sama sekali.

Faktanya, hampir seluruh pabrik gula dan gedung keuangan di Indonesia adalah peninggalan Belanda. Bendungan-bendungan serta saluran-saluran air yang sangat penting untuk pertanian pun adalah peninggalan Belanda. Selain itu, tak sedikit dari berbagai peninggalan Belanda digunakan sebagai tempat wisata dan tak sedikit pula orang yang menggantungkan nasibnya disana.

Renungkanlah apabila setelah Indonesia merdeka belum ada itu semua, kemungkinan besar Indonesia akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berkembang sejauh ini. Mengingat biaya yang digunakan untuk membangun semua itu juga selangit. Sedangkan sekarang saja yang sudah diberi peninggalan segitu banyak, Indonesia memang berkembang akan tetapi hutang juga masih tinggi menjulang. Perekonomian, pendidikan tidak merata, bahakan banyak rakyat kecil yang rela mengakhiri hidupnya karena tak sanggup menanggung beban hidup yang makin berat. Kisah yang tak kalah memilukan, setiap kali upacara bendera selalu ada moment mengheningkan cipta untuk mengenang jasa para pahlawan namun penghormatan itun hanya diberikan pada pahlawan yang telah gugur di medan perang sedangkan mereka yang masih hidup diacuhkan tanpa diberi penghormatan sedikit pun oleh Negara. Banyak dari pahlawan yang masih hidup (veteran) hidup memilukan dimasa tuanya. Wakli rakyat, mereka memang wakil rakyat sejati bahkan hak rakyat juga ikut mereka wakili untuk menerimanya. Akan tetapi, kewajiban rakyat tetaplah milik rakyat. Semua memang oleh rakyat kecil, untuk rakyat kecil dan untuk rakyat kalangan atas. Demokrasi pun berubah menjadi demonstrasi sehari-hari. Para petinggi negara malah saling tuding kesalahan tanpa introspeksi pada dirinya sendiri. Perjuangan pahlawan harus diteruskan meskipun sekarang tidak lagi melawan penjajah tetapi bangsa sendiri. Sungguh kisah yang memilukan di balik kata nerdeka nan indah.

Semoga pembenahan kearah positif segera terealisasi tanpa halangan dari para tikus berdasi…AMIN